Senin, 30 April 2007

Silabus Narasi Angkatan Kedua

Kursus “Narasi” angkatan kedua ini (1 Mei-28 Agustus 2007) dirancang untuk orang yang ingin belajar menulis panjang dengan memikat dan mendalam. Ini dirancang mereka yang berminat menulis esai atau buku nonfiksi.

Kursus diadakan selama 18 sesi dengan frekuensi mingguan, petang hari (pukul 19.00-21.00), kecuali pada sesi Daoed Joesoef. Cara mingguan ini sengaja dibuat agar peserta punya waktu mengendapkan materi belajar, mengerjakan pekerjaan rumah serta membaca. Jumlah peserta maksimal 20 orang agar ada waktu diskusi. Kursus ini ditekankan pada banyak latihan.

Tugas akhirnya berupa penulisan sebuah narasi sekitar 5.000 kata. Ia dilakukan sesudah peserta berlatih melakukan riset, liputan, wawancara, dan menulis. Jumlah kata sekadar pegangan saja. Ia bisa lebih pendek atau panjang lagi. Peserta akan membaca dan membicarakan karya-karya Joseph Mitchell, Truman Capote, John Hersey, dan Ryszard Kapuscinski.

INSTRUKTUR

Andreas Harsono wartawan Jakarta, pernah bekerja di harian The Nation (Bangkok), The Star (Kuala Lumpur) dan majalah Pantau (Jakarta). Ia menang beberapa penghargaan internasional antara lain The Correspondent of the Year dari The American Reporter (1997) serta Nieman Fellowship dari Universitas Harvard (1999-2000). Dia co-editor buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat (2005). Kini ia sedang menyelesaikan buku From Sabang to Merauke: Debunking the Myth of Indonesian Nationalism.

Budi Setiyono wartawan Jakarta, pernah bekerja untuk Suara Merdeka (Semarang) dan majalah Pantau (Jakarta). Ia jadi co-editor buku Revolusi Belum Selesai yang berisi kumpulan pidato politik Presiden Soekarno serta Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat. Kini ia sedang menyelesaikan buku soal Lembaga Kebudayaan Rakyat.

SYARAT DAN BIAYA

Peserta terbiasa dengan dunia tulis-menulis. Entah menulis di blog, makalah, buku harian atau media. Mereka juga terbiasa melakukan riset dan akrab dengan internet. Latar belakang bisa dari berbagai disiplin ilmu, minat atau profesi. Angkatan pertama terdiri dari aktivis, wartawan, dokter, pengacara, mahasiswa, dosen, manajer NGO dan sebagainya. Peserta juga lancar membaca naskah dalam bahasa Inggris karena banyak materi kursus dari bahasa Inggris. Peserta dikenakan biaya Rp 4 juta.

SILABUS

Sebelum memasuki hari pertama, sebaiknya Anda sudah membaca Resensi buku “Sembilan Elemen Jurnalisme” oleh Andreas Harsono (kalau tertarik baca bukunya The Elements of Journalism atau versi Indonesia Sembilan Elemen Jurnalisme karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel)


SESI PERTAMA (1 Mei 2007)
Perkenalan, pembicaraan silabus dan diskusi soal jurnalisme dasar, isu tentang “objektivitas” wartawan dengan membahas “Sembilan Elemen Jurnalisme” dari Bill Kovach dan Tom Rosenstiel serta membandingkannya dengan praktik jurnalisme di Jakarta a.l. byline, firewall, advertorial. [Andreas Harsono]

Pekerjaan rumah: Bacalah “Kegusaran Tom Wolfe” oleh Septiawan Santana Kurnia; “Ibarat Kawan Lama Datang Bercerita” oleh Andreas Harsono; edisi jurnal Nieman Reports edisi Spring 2002 Volume 56 No. 1 tentang narrative journalism. Bacaan Nieman ini cukup tebal. Ini penting guna tahu sejarah dan perdebatan soal genre ini di Barat.

SESI KEDUA (8 Mei 2007)
Diskusi soal jurnalisme sastrawi, bagaimana Tom Wolfe memulai gerakan ini di Amerika Serikat pada 1960-an dan bagaimana suratkabar-suratkabar Amerika mengambil elemen-elemen genre ini. Diskusi tentang prinsip-prinsip dasar dalam melakukan reportase, membedakan mana yang fakta dan mana yang fiksi, kriteria dari gerakan “literary journalism.” [Andreas Harsono]

Pekerjaan rumah: Bacalah “Hiroshima” oleh John Hersey dan “Menyusuri Jejak John ‘Hiroshima’ Hersey”oleh Bimo Nugroho. Usahakan baca John Hersey hingga selesai. Bacaan dari Bimo Nugroho membantu memahami “Hiroshima.”

SESI KETIGA (15 Mei 2007)
Diskusi soal struktur dengan contoh “Hiroshima” karya John Hersey. Ini sebuah karya klasik, dimuat majalah The New Yorker pada Agustus 1946, yang pernah dipilih sebuah panel wartawan dan akademisi Universitas Columbia sebagai naskah terbaik jurnalisme Amerika pada abad XX. [Andreas Harsono]

Pekerjaan rumah: Siapkan ide laporan yang akan dijadikan tulisan panjang; bisa dari pengalaman, bahan bacaan, dll. Ide ini bisa atau malah sebaiknya dipakai untuk setiap tugas dalam tiap sesi. Hasil akhirnya sebuah naskah panjang pada akhir kursus. Setiap peserta sangat diharapkan mengerjakan ide laporan panjang ini.

SESI KEEMPAT (22 Mei 2007)
Diskusi menggali, mengembangkan, dan menajamkan ide laporan, serta menemukan fokus dan angle. Setiap peserta akan presentasi ide masing-masing, dan dibahas bersama-sama; baik dari kebaruan ide maupun cara kerjanya. Setiap sesi bisa empat hingga lima orang. [Budi Setiyono]

Pekerjaan rumah: Matangkan ide laporan Anda. Perbanyak riset dan wawancara background untuk memperkuat ide liputan. Tuangkan ide Anda dalam sebuah outline yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.

SESI KELIMA (29 Mei 2007)
Diskusi lanjutan. [Budi Setiyono]

SESI KEENAM (5 Juni 2007)
Diskusi lanjutan. [Budi Setiyono]

Pekerjaan rumah: Bacalah “Republik Indonesia Kilometer Nol” karya Andreas Harsono, ”Kejarlah Daku Kau Kusekolahkan” karya Alfian Hamzah, ”Panglima, Cuak, dan RBT” dan ”Sebuah Kegilangan di Simpang Kraft” karya Chik Rini, dan ”Orang-orang Di Tiro” karya Linda Christanty.

Pekerjaan rumah kedua: Perhatikan sesuatu, lakukan wawancara dan buatlah sebuah deskripsi pendek, sekitar 200 kata saja. Kita akan membacakan empat atau lima karya ini pada pertemuan berikutnya. Ini untuk melatih peserta membuat deskripsi.

SESI KETUJUH (12 Juni 2007)
Diskusi soal struktur karangan dengan melihat lima tulisan tentang Aceh dikerjakan empat orang berbeda. Tujuannya, bagaimana sebuah isu sama dikerjakan dengan sudut pandang dan metode beda-beda. [Andreas Harsono]

Pekerjaan rumah: bacalah karya Daoed Joesoef dalam buku Emak dan Aku dan Dia (hanya bab ”Monsieur Courazier dan Aku”). Joesoef seorang cendekiawan didikan Sorbonne, Paris. Dia pernah jadi dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Menteri Pendidikan rezim Presiden Soeharto. Orangnya sangat disiplin. Please don’t be late!

SESI TAMBAHAN (Sabtu, 16 Juni 2007 pukul 10:00-12:00)
Diskusi dengan Daoed Joesoef tentang penulisan buku-bukunya di rumahnya, Jl. Bangka Dalam VII No. 15 telepon 7190431). Isterinya, Sri Soelastri Joesoef, akan menemani. Diskusi akan diakhiri dengan makan siang bersama di rumah asri keluarga Joesoef.

Pekerjaan rumah: Bacalah ”The Riverman” Joseph Mitchell lalu buatlah sebuah deskripsi pendek, sekitar 200 kata saja. Kita akan membacakan empat atau lima karya ini pada pertemuan berikutnya. Mitchell salah satu penulis yang terkenal dengan pengamatannya terhadap detail.

SESI KEDELAPAN (19 Juni 2007)
Diskusi soal deskripsi dan dialog dengan melihat ”The Riverman.” [Andreas Harsono]

Pekerjaan rumah: Bacalah ”Shah of Shahs”dan ”The Soccer War” karya Ryszard Kapuscinski.

SESI KESEMBILAN (26 Juni 2007)
Diskusi soal deskripsi dan dialog dengan melihat karya-karya Ryszard Kapuscinski. [Andreas Harsono]

Pekerjaan rumah: bacalah ”A Hidden Language-Dutch in Indonesia” karya M.H.J. Maier; ”Ganasnya Bahasa dan Ganasnya Kekuasaan” karya Ariel Heryanto; “Semangkin Dikangeni: Pocapan Umar Kayak dalam KR” karya Jennifer Lindsay; serta ”Bahasa Jurnalistik Indonesia” karya Goenawan Mohamad.

SESI KESEPULUH (3 Juli 2007)
Diskusi soal bahasa dan bangsa serta bagaimana melihat isu itu dalam kepenulisan di Jakarta. Bahasa adalah alat utama seorang penulis. Namun bahasa juga alat utama negara Indonesia untuk menguasai cara kita berpikir. Dibahas juga soal teknik penulisan [Budi Setiyono]

Pekerjaan rumah: Bacalah ”The Silent Season of A Hero” karya Gay Talese dan “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat” karya Cindy Adams. Lalu buatlah sebuah profil pendek, satu halaman, dari seorang tokoh dalam tulisan panjang yang sedang Anda rencanakan.

SESI KESEBELAS (10 Juli 2007)
”The Silent Season of A Hero” mengubah cara wartawan menulis sosok orang di Amerika Serikat. Cindy Adams seorang wartawati cantik yang beruntung bisa menulis autobiografi Bung Karno. Diskusi soal penulisan profil. [Budi Setiyono].

Pekerjaan rumah: bacalah oleh ”Ten Tips For Better Interview” (www.ijnet.org) dan ”The Art of the Interview” oleh Eric Nalder

SESI KEDUABELAS (17 Juli 2007)
Teknik wawancara dengan melihat teknik-teknik yang dikembangkan oleh International Center for Journalists. Peserta melakukan praktik wawancara di depan kelas dan sesudahnya menonton ”Black Hawk Down” karya Mark Bowden untuk lihat deskripsi yang berubah jadi film. [Andreas Harsono]

Pekerjaan rumah: Bacalah “Ini sebuah Kehormatan” karya Jimmy Breslin. Buatlah sebuah deskripsi pendek, satu halaman, yang menampilkan penokohan dan sudut pandang orang pertama ("saya" atau “aku” atau “kita”). Kalau masih ada waktu, bacalah “In Cold Blood” karya Truman Capote. Ini karya klasik dari The New Yorker.

SESI KETIGABELAS (24 Juli 2007)
Diskusi soal penokohan dan sudut pandang; bagaimana mengembangkan tokoh serta menampilkan cerita dari suatu sudut pandang. [Budi Setiyono]

Pekerjaan rumah: Bacalah bagian-bagian dari kumpulan esai dalam buku Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat karya Fadjroel Rachman.

SESI TAMBAHAN (31 Juli 2007)
Diskusi dengan Fadjroel Rachman, seorang aktivis, penyair serta penulis esai. Fadjroel seorang pembicara yang sangat menarik. Dia menguasai banyak pepatah dan bacaannya luas. Kesukaannya, politik, kebangsaan, sekulerisme dan pernah jadi murid Soedjatmoko dari Partai Sosialis Indonesia.

Pekerjaan rumah: Persiapkan liputan panjang Anda.

SESI KEEMPATBELAS (7 Agustus 2007)
Diskusi perkembangan liputan panjang. [Andreas Harsono]

SESI KELIMABELAS (14 Agustus 2007)
Diskusi perkembangan liputan panjang. [Budi Setiyono]

SESI KEENAMBELAS (21 Agustus 2007)
Warna sari, tanya jawab. Penutupan. [Andreas Harsono dan Budi Setiyono]

Sabtu, 28 April 2007

Bagaimana menulis resensi buku?


Dear Wenny,

Secara umum, menulis resensi punya dua bagian. Pertama, ia menceritakan isi dari buku yang dibahasnya itu. Ini penting karena tidak semua orang membaca buku yang dibahas. Bahkan cukup banyak orang mengandalkan resensi karena memang tak mau atau tak bisa membaca buku aslinya.

Saya pernah tinggal di Boston dan New York. Kalau Anda tinggal disana dan berlangganan harian setempat, misalnya Boston Globe dan The New York Times, setiap akhir pekan kedua harian itu menerbitkan satu seksi khusus tentang resensi buku. Tebalnya bisa 12-24 halaman (termasuk iklan dari industri buku). Tentu ini juga memiliki wawancara dengan para penulis.

Bahkan kalau masih belum puas, ada juga The New York Review of Books, sebuah majalah dwi mingguan yang isinya khusus resensi buku dan analisis. Goenawan Mohamad dari Jakarta berlangganan tabloid ini. Goenawan setiap minggu harus menulis kolom di majalah Tempo. Ia butuh banyak buku. Namun dia belum tentu bisa mendapatkan buku-buku mutakhir yang ingin dibacanya (harus beli di luar negeri) atau waktunya tak cukup, maka dia membaca The New York Review of Books. Majalah Esquire menyebutnya, ".. the premier literary-intellectual magazine in the English language." Pada 2003, sirkulasinya mencapai 125,000.

Kedua, resensi ini juga sebaiknya dilengkapi perbandingan dengan karya lain. Artinya, seseorang yang menulis resensi buku baru soal nasionalisme misalnya, seyogyanya dia juga tahu karya-karya klasik Benedict Anderson, Ernest Gellner, Ernest Renan, Michael Billig dan sebagainya.

Saya seringkali menemukan resensi di Jakarta ini yang ditulis tanpa tahu referensi klasik. Minggu lalu saya menggoda seorang kenalan yang menulis resensi di Koran Tempo tentang buku Mia Bustam, isteri pertama S. Soedjojono, namun tak tahu siapa Claire Holt, seorang kritikus seni rupa Indonesia modern.

Kalau bisa soal nasionalisme, topik yang sedang saya geluti, aduh, salah kaprah disini cukup parah. Kebanyakan orang disini tak membaca Benedict Anderson, yang banyak menulis soal Indonesia, maupun karya-karya orang Indonesia sendiri soal nasionalisme, dari Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir hingga Goenawan Mohamad.

Kelebihan The New York Review of Books terletak pada analisis ini. Banyak orang yang mengkritik buku menulis dalam tabloid ini. Saya kenal beberapa kontributor majalah ini, antara lain, Margaret Scott serta Clifford Geertz. Scott mantan redaktur halaman kebudayaan majalah Far Eastern Economic Review di Hongkong. Geertz seorang anthropolog yang menulis karya klasik The Religion of Java serta Agricultural Involution: the process of ecological change in Indonesia, Negara: The Theater State in Nineteenth Century Bali dan Works and Lives: The Anthropologist As Author. Para penulis resensi ini tak jarang menelusuri tempat-tempat dimana sebuah buku ditulis atau bahan reportase, guna menulis kritik terhadap buku bersangkutan.

Saya kira dua unsur itulah yang diperlukan dalam menulis sebuah resensi. Saya pernah bikin resensi panjang tentang beberapa buku soal majalah The New Yorker. Anda bisa baca dalam buku hitam terbitan Pantau itu. Terima kasih.

Andreas Harsono

Selasa, 24 April 2007

tepat padat

Seorang rekan kantor yang sudah malang-melintang di dunia iklan dan jurnalisme Indonesia mengirim beberapa pesan singkat lewat telepon seluler. Pada suatu malam kelam. Di tengah-tengah tenggat yang merayap.


  • 1) Mulailah menulis dengan sebuah obituari
    Menantang Anda untuk menulis sepadat mungkin. Berperanglah dengan kata-kata klise. Sarikan hal penting. Nama, umur, identifikasi, waktu dan tempat kematikan, kenapa mati, prosesi penguburan, keluarga yang ditinggalkan;

  • 2) Kecelakaan dan musibah
    Membantu prinsip get it right, write it tight;

  • 3. Hukum dan kriminal
    Anda ditantang dengan akurasi, balancing dan jalannya sistem sosial.


I think it's worth trying. At least for a beginner like me..